Tuesday, January 30, 2018

Dear Para Suami, Beri Waktu bagi Ibu Rumah Tangga untuk Me Time Tanpa Anak

January 30, 2018 13 Comments
Me time bagi saya saat usia Rania masih di bawah dua tahun itu tidak muluk-muluk, yaitu 'sekedar' menghirup udara segar dan mencari suasana baru di luar rumah. Jalan-jalan di sekitar kompleks, cuci mata ke toko buku atau pergi membeli bakso favorit, meskipun saat itu saya harus tetap membawa Rania kemanapun saya pergi, karena Rania masih ASI. Sesederhana itu arti me time untuk ibu menyusui. Itu aja udah bahagia banget loh, hehehe..

Teorinya sih bisa ya me time saat anak tidur siang. Tapi pikiran saya seringkali kembali tertuju pada tumpukan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Maklum lah, saya seorang stay at home mom tanpa asisten rumah tangga (ART). Me time di malam hari setelah anak tertidur juga sudah sering saya niatkan, tapi nyatanya saya justru ikut tertidur setelah menyusui. Dan bagaimana pula caranya me time jalan-jalan ke suatu tempat sendirian, sementara saya nyumput di balik tembok saja Rania langsung menjerit histeris, takut kehilangan :'D hahaha. Jadilah me time saya lebih banyak dilakukan sekaligus family time. 

Lama kelamaan saya mulai menyadari bahwa sebagai ibu rumah tangga, saya juga butuh waktu untuk betul-betul sendirian dan menikmati suasana baru. 24 jam sehari, 7 hari seminggu berkutat dengan kegiatan kerumahtanggaan dan mengasuh anak di rumah tanpa bantuan orang lain, membuat ibu-ibu macam saya ini rentan terkena stres.

MOM = Master of Multitasking (pic from: freepik.com)


Ibu Butuh Me Time

Tak jarang, para ibu rumah tangga itu segan loh saat meminta waktu untuk me time. Iya apa iya? xixixi. Bahkan saat kami saling curhat, beberapa teman seringkali merasa perlu diyakinkan kembali akan pentingnya me time untuk ibu ini. "Kita kan cuma di rumah, terus nanti pas ditanya stres kenapa? bosan kenapa? bingung juga jawabnya. Tapi ya rasanya suntuk aja. Yang begitu, perlu me time juga?"

Jenuh terus menerus dengan pekerjaan sehari-hari yang tidak ada habisnya merupakan salah satu pertanda bahwa para ibu butuh me time. Kebutuhan me time yang tidak tersalurkan ini lama kelamaan bisa menjadi 'bom' yang dapat meledak sewaktu-waktu. Wujudnya bisa macam-macam, mulai dari melampiaskan marah pada anak, menyesali pernikahan karena merasa kehilangan diri sendiri atau justru ngomel-ngomel gak jelas ke suami, kayak saya hahaha.

Baca : Resensi Buku Parenting: Marah yang Bijak, Panduan Islami Menjadi Orang Tua Bijak

Kalau sudah begini, idealnya sih tanpa diminta, suami harus mengerti sinyal-sinyal bahwa istrinya butuh me time. Sayangnya para pria bukan cenayang. Jadi seringkali, kita para istri yang kudu rajin mengkomunikasikan kebutuhan me time ini dengan baik, bicara dari hati ke hati dan tidak perlu segan.


Me Time Ala Ibu Rumah Tangga

Berapa lama waktu yang ideal untuk me time? Tidak ada batasan, bisa sebentar, bisa juga lama. Yang perlu kita perhatikan adalah jangan sampai mengabaikan hak suami dan anak.

Lalu kalau sudah dapat 'izin' me time, kita bisa ngapain aja nih? Banyak. Beri waktu 'bernapas' bagi diri sendiri dengan melakukan aktivitas atau hobi yang kita sukai. Paling dekat, bisa dimulai dengan hal-hal sederhana yang sudah menjadi barang mewah bagi seorang ibu rumah tangga, misalnya: mandi tenang dengan pintu kamar mandi yang tertutup sempurna tanpa rengekan si kecil yang pengen ikut masuk ke dalam. Prestisius kan ini? :D Atau makan dua mangkuk mie ayam dengan kuah yang panas tanpa perlu ritual menyuapi anak sebelumnya. Duh, nikmatnya. Bisa juga memberi waktu bagi diri sendiri untuk berbelanja dengan tenang. Belanja yang betul-betul belanja, tanpa perlu menggendong atau tengok kanan kiri mengawasi anak. Jenis me time yang lain bisa kita sesuaikan dengan waktu yang dimiliki dan juga dana yang tersedia.



Saya sendiri, sejak Rania lepas ASI di usia 2 tahun 3 bulan, mulai memberanikan diri untuk memiliki waktu me time. Pertama kalinya saya memiliki momen sendiri tanpa anak itu adalah ketika saya mengikuti seminar kesehatan yang diadakan oleh AIMI Lampung.

Baca :
SelebrASI 2 Tahun AIMI Lampung: Seminar Kesehatan Bersama dr. Wiyarni Pambudi dan dr. Tan Shot Yen (Bagian Pertama)
SelebrASI 2 Tahun AIMI Lampung (Bagian Kedua), dr. Tan Shot Yen: Jangan Jadi Ibu Micin Pencetak Generasi Micin

Sejak saat itu, setiap kali saya meminta waktu me time, Rania pasti bilang, "Bunda mau seminar ya?" Hehehe. Rupanya Rania juga masih ingat momen pertama kali saat dia harus saya tinggal hanya berdua dengan si Ayah :D

Begitu pula saat saya mengikuti kegiatan gathering di komunitas Tapis Blogger minggu lalu. Rania 'ngeh' nya saya mau seminar. Jadilah Rania dan Ayah jalan-jalan ke Trans Studio Mini sementara saya 'seminar', hehehe.

Baca: Main di Trans Studio Mini Transmart Lampung, Mahal Gak Sih?

Beruntunglah ibu-ibu zaman now, karena teknologi bisa dengan mudahnya mempertemukan kita dengan berbagai komunitas yang memiliki kesamaan hobi.


Saya dan teman-teman komunitas di acara Tapis Blogger Gathering 2


Me time di acara Tapis Blogger Gathering 2 kemarin mempunyai kesan tersendiri bagi saya. Karena selain bisa bertemu dengan banyak teman dan menambah ilmu, hari itu para peserta juga diizinkan untuk mencoba berbagai macam kain tapis khas Lampung yang sudah didesain menjadi beragam fashion cantik oleh Thasya Busana. Mata ibu-ibu mana yang tidak menyala-nyala saat disuruh mencoba baju? :D


Thasya Busana, Ethnic Syar'i

Rumah tangga itu ibarat workshop. Papa work, mama shop. Pernah dengar quotes ngasal ini kan? Hehe. Mungkin memang sudah kodratnya wanita untuk menyukai kegiatan berbelanja. Saya juga gak nolak deh kalau dapat kesempatan me time cuci mata seperti ini.

Saya saat memilih gamis

Yang menjadi khas pada berbagai produk yang dihasilkan oleh Thasya Busana adalah tapis yang ditenun langsung pada bahan yang akan digunakan, bukan sekedar kain tapis tempelan.



Saat ini Thasya Busana telah memproduksi berbagai macam gamis, outer, jilbab,  tas, kemeja, dan baju anak yang semuanya dihiasi dengan tenun tapis khas Lampung. Dalam waktu dekat, Thasya Busana juga berencana untuk membuat sarung, yakni sarung lilit. Semua produk yang dihasilkan oleh Thasya Busana menonjolkan karakter si pemakai yang berakhlak dan berwibawa.


Jilbab dan gamis yang dihiasi tenun tapis

Tas motif kain tapis!

Kemeja pria motif tenun gisting

Tenun tapis yang diaplikasikan pada baju anak

Desain produk lain bisa juga dibuat berdasarkan permintaan pelanggan. Harga yang ditawarkan tentu disesuaikan dengan bahan yang digunakan. Pelanggan bisa mendapatkan potongan diskon sekitar 10-15% untuk pembelian langsung.

Thasya Busana
Alamat: Jalan Purnawirawan 9 No. 30, Kelurahan Gunung Terang, Bandar Lampung
Facebook : Thasya Busana
Instagram : @thasya_busana
WA : 081369704950


Manfaat Me Time

Sepulangnya dari me time di acara gathering Tapis Blogger kemarin, saya merasa lebih fresh dan siap untuk kembali bertemu dengan anak dan suami. Para suami perlu memahami bahwa pentingnya me time untuk ibu rumah tangga ini bukan sekedar akal-akalan ibu untuk meninggalkan kewajiban. Justru dengan memberikan waktu me time tanpa anak, ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan tidak hanya oleh ibu, tapi juga untuk ayah dan anak, antara lain:

Menenangkan Pikiran
Happy mom, raise a happy family. Ibu yang senantiasa memiliki pikiran positif, akan menularkan aura positif tersebut pada seisi rumah. Jadi kalau akhir-akhir ini kesabaran kita mulai menipis pada anak, mungkin selain mendekatkan diri pada Sang Pencipta, kita juga butuh me time sejenak untuk menstabilkan emosi. Memikirkan hal-hal menyenangkan di luar tanggung jawab sehari-hari dapat menenangkan pikiran dan meningkatkan mood.

Mengembalikan Energi Tubuh
Sepakat kan kalau mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mendampingi aktivitas anak itu banyak membakar kalori? Me time bisa membuat tubuh kita beristirahat sejenak, untuk kemudian lebih siap menghadapi aktivitas.

Memberikan Penghargaan pada Diri Sendiri
Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan menyenangkan atau hobi di luar rutinitas harian merupakan semacam reward bagi seorang ibu rumah tangga. Hal ini mampu meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri. Tidak perlu merasa bersalah. Memiliki waktu me time bukan berarti egois, melainkan memberi jeda agar ibu tidak merasa kehilangan waktu pribadi setelah berkeluarga. Mom, you are worth to get a little me time! or a lot!


Pic from: lovethispic.com

Meningkatkan Bonding antara Ayah dan Anak

Saya dan Rania itu lengket tak terpisahkan :D Tak jarang meskipun ada Ayah, Rania tetap memilih bermain dengan saya. Nah, di waktu me time inilah, suami berkesempatan untuk bisa lebih dekat dengan Rania. Sekaligus merasakan 'ujian kesabaran' yang sesungguhnya, hahaha.

Teruntuk para suami, jangan pernah merasa rugi untuk memberikan waktu me time tanpa anak pada ibu rumah tangga. Manfaatnya sudah saya jembreng di atas yah. Pun para ahli psikologi juga menyarankan agar ibu tetap memiliki waktu untuk dirinya sendiri.


Karena romantis itu adalah.. sesekali memberikan istri waktu untuk me time tanpa anak.

Special thanks untuk suami yang sudah berkenan memberikan waktu me time untuk saya. Bahagiaaa adek Mas.. #uhuk! Dan akan lebih bahagia lagi kalau sekalian dibeliin gamis tapis lengkap dengan jilbabnya dari Thasya Busana XD

***

Tulisan ini merupakan tugas dari Kelas Ngeblog Seru 4 Bersama Naqiyyah Syam.

Friday, January 26, 2018

Resep Combro Enak, Simpel, Pedas, Ginuk Ginuk

January 26, 2018 0 Comments
Suka bingung ya mau bikin cemilan apa kalau rumah kita ketempatan untuk acara tertentu. Kayak si Mamah, tiap jelang hari Kamis mulai deh puter otak buka-buka buku resep, kira-kira minggu ini mau bikin cemilan apa. Jadi ceritanya, rumah Mamah itu jadi basecamp abadi ibu-ibu pengajian selama musholla dalam proses renovasi. Berhubung masih kagok pake google, Mamah justru lebih nyaman bolak-balik buku resep. "Septi, minggu depan buat apa kita? Yang enak tapi murah meriah." WOW sungguh pertanyaan yang sulit, sebelum akhirnya saya bertemu dengan resep combro yang enak, simpel, pedas dan ginuk ginuk ini *persis iklan shampoo anti ketombe LOL*

Combro enak, simpel, pedas dan ginuk ginuk
Combro adalah salah satu jenis panganan populer nusantara yang berasal dari Jawa Barat. Saat ini sudah banyak yang mulai membuat variasi rasa supaya combro jadi lebih menarik dan naik kelas. Meskipun begitu, rasa combro yang original tetap jadi favorit banyak orang. Rasanya otentik, sesuai dengan arti kata combro yang konon berasal dari bahasa sunda yaitu "oncom di jero", maksudnya (isian) oncom di (bagian) dalam. Combro ini juga punya saudara, namanya misro "manis di jero" alias manis di dalam, yang isiannya terbuat dari gula merah. Mungkin kapan-kapan saya akan membuatnya, xixixi.


Resep Combro Enak, Simpel, Pedas, Ginuk Ginuk
(sumber: Buku resep Kue-Kue Indonesia)

Bahan:
500 gr ubi kayu/singkong, parut
1/2 sdt garam

Singkong yang sudah diparut dan dicampur garam

Isi:
200 gr oncom, cuci, haluskan
1 batang seledri, iris halus

Bumbu yang Dihaluskan:
2 siung bawang putih
4 bh bawang merah
2 bh cabai merah
4 bh cabai rawit
garam dan gula sesuai selera

Cara Membuat:
  1. Untuk isian: Tumis bumbu halus sampai harum, masukkan oncom, aduk, beri air lebih kurang 100 ml. Masak sampai matang dan air habis, beri seledri, aduk sampai layu. Angkat dan dinginkan.
  2. Di tempat lain, campur segera singkong parut dan garam agar tidak berair. Pipihkan, isikan 1 sdt oncom tumis, tutup dan rapikan kembali.
  3. Dengan api sedang, goreng hingga matang dan kecoklatan. Hidangkan selagi hangat.
Catatan:
  • Bila ubi kayu berair banyak, tambahkan 1-2 sdm tepung kanji supaya adonan dapat dibentuk
  • Satu resep ini menghasilkan sekitar 10-15 buah combro
Bahan isian yang sudah ditumis

Combro!

Awalnya, Mamah mau memarut singkong secara manual, sampai pinjem parutan kelapa punya tetangga. Baru parutan pertama, tangan sudah hampir luka. Saat itulah Papah teringat kalau di pasar Perumahan Korpri ini ada warung yang menerima parutan singkong. Cukup dengan Rp 3.000 rupiah saja, singkong sebanyak 2 kilo lebih itu siap untuk diolah. Gak berair banyak sih, jadi kami tidak menambahkan tepung kanji sama sekali.

Nah, begini nih cara memasukkan adonan oncom ke dalam parutan singkong. Bentuk pipih lonjong sehingga terlihat ginuk ginuk menggemaskan. Nyam nyam!

Oncom ginuk ginuk berawal dari sini

Untuk isian, jika ingin lebih pedas, bisa ditambahkan jumlah cabainya. Saya sendiri menggunakan jenis cabai rawit setan. Saat penyajian pun, saya tetap menyediakan cabai rawit burung, yang kecil-kecil itu, untuk menambah level kepedasan :D 

Dalam resep ini, parutan singkong tidak perlu diperas. Dan rupanya rasa combro sangat bergantung pada pemilihan singkong yang bagus. Dua kali saya dan Mamah membuat combro dengan hasil yang berbeda. Hasil combro perdana buatan kami rasanya agak pahit, nah yang kedua ini baru wuenakk, kenyil-kenyil seperti cireng dan gak pahit. Secara kebetulan, Mamah bertemu dengan pedagang singkong yang sering jadi langganan banyak tukang getuk di Pasar Pembangunan. Jadilah beli singkong disitu, dipilihkan dengan si ibu pedagang dan pilihannya sungguh tepat, karena dengan adonan yang sama, kami bisa menghasilkan combro yang lebih enak.

Berikut tips memilih singkong yang enak, saya kutip dari website Bogasari:
➣ Jika dipotong, singkong masih basah dan sangat mudah retak atau dipatahkan.
  • ➣ Kupas atau cungkil kulit umbi singkong dengan kuku. Kulit yang kekuningan (mentega) atau kecoklatan atau kemerah-merahan umumnya lebih baik dari pada yang berwarna putih.
  • ➣ Patahkan sedikit ujungnya. Bila ada bagian yang membiru sebaiknya jangan dipilih. Noda biru atau hitam menandakan bahwa singkong telah lama disimpan. Singkong yang telah lama disimpan memang cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim poliphenolase yang bersifat racun.
  • ➣ Jika memilih singkong pada suatu tumpukan dan menemukan singkong yang tidak baik, maka hindarkan memilih singkong pada tumpukan tersebut karena biasanya satu tumpukan singkong sifatnya sama. Satu bantat yang lain juga bantat.
  • ➣ Perhatikan tanah yang menempel di kulit umbi. Tanah yang masih liat, belum kering, menandakan singkong baru dicabut, dan paling ideal untuk diolah.
  • ➣ Cuci singkong supaya bersih. Apabila belum diolah, rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah.

  • So first thing first, carilah singkong yang enak dan kemudian yuk eksekusi resep combro enak, simpel, pedas dan ginuk ginuk inih. Salam gorengan!

    Friday, January 19, 2018

    Resensi Buku Parenting : Marah yang Bijak, Panduan Islami Menjadi Orang Tua Bijak

    January 19, 2018 12 Comments
    Jelang usia 3 tahun, Rania mulai menunjukkan beberapa perilaku ‘ajaib’ yang seringkali membuat saya (pengen koprol) istighfar. Kemampuan komunikasinya yang berkembang pesat membuat dia mulai melakukan praktik negosiasi dalam banyak hal, contoh sederhananya mandi. Total waktu yang saya gunakan saat merayu Rania mandi: 30 menit, total waktu mandi: 5 menit, drama masih mau main busa dan gak mau bilas: 10 menit. Jadi intinya waktu yang dihabiskan untuk bujuk rayu itu gak seimbang dengan waktu yang dihabiskan untuk mandi itu sendiri, hahah. Sungguh drama ibu muda beranak satu. LOL.

    Baca : Sabar Mak.. This Too Shall Pass (1)

    Rania juga lagi hobi banget bilang “stop!” saat saya atau suami sedang menasehati. Yang gak kalah ‘nggemesin’ adalah ketika Rania minta sesuatu, istilah suami saya harus sak dheg, sak nyet, saat ini juga pokoknya. Fiuhhh. Gak jarang perilaku ini membuat saya ikut-ikutan emosi atau malah tantrum ke suami.

    Kalau digambarkan dengan diagram kira-kira begini:
    Rania marah ke Bunda → Bunda kesel lalu melampiaskan marah ke Ayah → Ayah bingung cari pelampiasan
    atau
    Bunda nasehatin Rania → Rania bete tapi tetep dengerin. Pas Ayah ikut nasehatin, Rania langsung bilang “stop!” marah sama Ayah lalu nangis → Ayah putus asa

    Jadi intinya? wanita selalu benar! Hahaha. Dan orang yang sebenarnya paling patut dikasihani di rumah ini karena  selalu jadi pelampiasan kekesalan kami adalah si Ayah :'D

    Level ‘marah’ nya saya itu paling parah saat sudah mulai ngomong dengan nada yang cenderung membentak dan otomatis mata membesar. Ngomel panjang atau malah sekalian ngambek, mogok bicara, mogok main. Setiap kali saya marah model begini, Rania seperti otomatis juga menunjukkan emosi yang gak kalah negatif. Saya sadar something should be wrong dan mulai membuka kembali buku parenting yang pernah saya beli saat usia Rania masih sekitar satu tahunan, pas masih 'manis-manis' nya deh umur segitu mah :D

    Baca : Lambang Sari, Si Manis Gurih Pemikat Hati

    Buku parenting islami: Marah yang Bijak, Panduan Islami Menjadi Orang Tua Bijak

    Identitas Buku

    Judul Buku : Marah yang Bijak, Panduan Islami Menjadi Orang Tua Bijak
    Penulis : Bunda Wening
    Penerbit : Tinta Medina
    Ketebalan Buku : XX+108 halaman

    Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta nasihat beliau. Orang itu berkata, “Berilah wasiat (nasihat) kepadaku.” Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau marah.” Kemudian orang itu mengulang berkali-kali meminta nasihat kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW selalu menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR Bukhari dan Abu Hurairah r.a.)

    Psikolog bernama R. Plutchik, mengungkapkan bahwa ada empat emosi dasar dalam diri manusia, yaitu kegembiraan (joy), ketakutan (fear), kesedihan (sadness) dan kemarahan (anger). Sedangkan menurut Paul Ekman, salah seorang peneliti emosi terkemuka, manusia memiliki enam emosi dasar, yaitu takut (fear), marah (anger), sedih (sadness), bahagia (happiness), jijik (disgust) dan terkejut (surprise). Buku Marah yang Bijak ini fokus untuk membahas salah satu emosi dasar tersebut, yaitu emosi marah dari sisi parenting islami.

    Emosi marah merupakan salah satu fitrah manusia. Bahkan, seorang Rasul pun sebagai pribadi yang mulia pernah marah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.” (HR Muslim). Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa marah merupakan suatu sikap, bukan perilaku. Ada perbedaan antara marah saja dan marah ‘tanpa kendali’ yang memberikan dampak buruk.

    Marah tanpa kendali menunjukkan rendahnya kemampuan problem solving.

    Buku ini memberikan orang tua Form Assesment sebagai alat untuk refleksi diri. Beberapa pertanyaan yang diajukan dalam assessment tersebut antara lain: Seberapa sering marah kepada anak dalam sehari? Siapa yang lebih sering melakukannya? Ayah atau Ibu? Biasanya marah jika? dan lain sebagainya. Tujuan dari assessment ini adalah agar orang tua dapat melakukan evaluasi terhadap cara penanganan anak selama ini. Apakah marah yang dilakukan sudah efektif atau justru tidak berhasil karena hasilnya tidak sesuai dengan tujuan marah itu sendiri.

    Jika marah tidak membuat perubahan yang lebih baik bagi anak, lalu mengapa marah masih dipakai sebagai strategi penanganan dalam pengasuhan?

    Sebuah pepatah mengatakan, “Jika selalu ada alasan untuk marah, berarti juga selalu ada alasan untuk tidak marah.” Orang tua diminta untuk mencari hal-hal apa sajakah yang biasanya menjadi pemicu kemarahan pada anak. Apakah karena lelah fisik dan mental, panik saat menghadapi sikap anak, tidak siap dengan perbedaan atau justru menggunakan standar orang tua untuk anak.

    Ketika orang tua menganggap MARAH tanpa kendali adalah wujud kasih sayang kepada anak, kelak anak pun akan belajar menyayangi dengan KEMARAHAN.

    Islam jelas menganjurkan untuk sedapat mungkin mengendalikan amarah karena hal ini akan berdampak secara fisiologis dan psikologis di kemudian hari. Anak bisa saja meniru perilaku marah tersebut, menjadi pemurung dan tidak ceria, cenderung menutup diri, kurang berani mengambil keputusan penting dalam hidup bahkan menjadi seorang pemberontak. Marah pun memiliki dampak buruk bagi si pelaku itu sendiri.

    Buku Marah yang Bijak ini juga memaparkan tentang beberapa teknik pengendalian marah. Marah adalah sebuah sikap, marah adalah sebuah bentuk komunikasi, marah adalah fitrah, marah itu boleh dan marah dapat membuat tubuh sehat. Namun marah tidak harus terwujud dalam bentuk perilaku mata melotot, berkata kasar, mencubit, memukul dan semisalnya. Marah dapat terwujud dalam bentuk lain.

    Yang saya sukai dari buku ini adalah satu bab yang membahas khusus soal contoh kasus dan penanganannya. Bahkan saat pertama kali membaca, bab terakhir inilah yang justru paling pertama saya buka. Aplikatif soalnya, hehe. Pernah kan menghadapi anak tantrum di tempat umum? Saya ingat betul waktu Rania nangis ala ala Waljinah dengan suara tangis yang melengking pake banget. Kek nya memang udah doi setting sedemikian rupa sehingga menarik perhatian hampir seluruh orang yang ada di sekitar situ. Saat itu rasanya satu supermarket tau kalau Rania minta es krim dan gak saya izinkan. Wajah saya hangat dan kuping memanas mendengarnya, fiuhh :D


    Rania, 2 tahun 8 bulan, saat bibir mecucu

    Menurut buku Marah yang Bijak, ada dua hal yang dapat dilakukan saat menghadapi perilaku semacam ini, yaitu pencegahan (preventif) dan penanganan (kuratif). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk kesepakatan. Jadi, saat akan pergi kemana pun, sebisa mungkin dilakukan kesepakatan dengan anak terhadap apa yang akan dilakukan disana, terutama ketika hendak membeli sesuatu.

    Misal saat akan ke warung bersama anak, jelaskan bahwa disana nanti ibu akan membeli sabun, odol dan sikat gigi. Tawarkan apakah anak juga ingin membeli sesuatu, buat kesepakatan apa barangnya dan berapa jumlahnya. Contoh: dua buah permen cokelat. Ketika sampai di warung, ada kemungkinan anak meminta lebih dari kesepakatan. Tugas ibu adalah mengingatkan tentang kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat dengan suara yang sedang dan ekspresi hangat, posisi tubuh agak merendah, lalu tenangkan. Jika si anak masih menangis, temani di sampingnya, sambil sesekali ucapkan bahwa ibu akan menunggu sampai si anak tenang. Konsisten sampai emosinya mereda. Jika sudah tenang, beri pelukan dan ciuman, lalu gandeng tangannya untuk diajak pulang bersama. Sepanjang perjalanan pulang tidak perlu menasehati atau berkomentar atas perilakunya tadi. Ajak bicara dengan hal-hal menyenangkan yang ditemui di jalan.

    Salah satu tip keberhasilan pengasuhan anak adalah konsistensi. Dalam mendidik anak, harus ada kombinasi yang cantik antara kelembutan dan ketegasan, lembut dalam menyampaikan dan tegas dalam kesepakatan.

    Buku yang tebalnya hanya 101 halaman ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Bagian favorit saya selain quotes dari Bunda Wening, yaitu bab contoh kasus, karena sangat aplikatif. Saya bahkan berharap agar contoh kasus dalam buku ini bisa lebih diperbanyak. Untuk buku dengan harga yang tak sampai Rp 50.000, Marah yang Bijak ini layak dijadikan sebagai salah satu buku pegangan pengasuhan anak (parenting) untuk para orang tua.

    Bu ibu pak bapak, jomblowan jomblowati, selamat berburu Marah yang Bijak di toko buku online ya!




    Saturday, January 13, 2018

    2018: Tahun Banting Setir jadi Mamak Blogger

    January 13, 2018 1 Comments
    Di tahun ini, i am proud of myself, karena saya sudah berani menantang diri sendiri untuk banyak belajar hal-hal baru. Diawali dengan keberanian meng-order gojek (wkwk *remeh*) dan dilanjutkan dengan kenekatan saya untuk nyemplung mendalami dunia per-blogger-an.


    Perjalanan Memulai Aktivitas Blogging

    Tahun 2016 yang lalu, saat masih menulis di status facebook tok, saya sebenarnya tidak terlalu suka dengan platform menulis seperti blog. Beberapa kali beranda saya dilewati tulisan teman-teman blogger yang pada bagian akhirnya hampir selalu dibubuhi dengan kata-kata "mampir ya" atau "see more on my blog". Ah, kenapa sih harus buka blognya dulu? kenapa gak sekalian aja jembreng dimari? Jadi hape saya tidak perlu menunggu loading untuk membaca cerita selanjutnya.

    Masuk tahun 2017, saya bergabung dengan komunitas #ODOPfor99days dan bertemu banyak teman-teman blogger yang kemudian mengubah stigma saya soal aktivitas blogging. Tulisan mereka yang worth to read itu membuat saya dengan sukarela membuka blog tersebut, bahkan menunggu update tulisan terbaru. Obrolan soal dunia blogger pun pertama kali saya ketahui dari grup ini. Namun sebagai newbie, tentu saja saya segan untuk bertanya hal remeh temeh.

    Saat itu, saya juga tergabung dalam grup foundation komunitas Institut Ibu Profesional (IIP) Lampung bersama dengan dua orang pendiri Tapis Blogger, yaitu Mbak Naqiyyah Syam dan Mbak Heni Puspita. Dari kelas gratis yang diadakan Mb Naqi dan Mb Heni inilah saya belajar membuat blog dan sedikit demi sedikit berkenalan dengan beberapa istilah dalam blogging. Kelas itu pula yang membuat saya akhirnya menyadari bahwa dengan blog, tulisan saya akan "abadi" dan lebih mudah dijangkau oleh banyak pembaca.

    Happiness is Blogging! (pic from: Pixabay)

    Setelah memiliki blog, saya semakin sering main ke 'rumah' beberapa blogger femess. Blog yang paling sering saya kunjungi saat itu adalah gracemelia.com dan justtryandtaste.com, karena kedua blog tersebut paling mendekati niche blog saya. Selain mempelajari cara mereka menulis konten yang easy to read, saya juga memperhatikan design eye catching yang menunjang penampilan blog tersebut dan bagaimana mereka mengoptimasi sosial media yang dimiliki. Dari situ, saya mulai melek bahwa blog yang berisi konten kreatif dan original bisa di-monetize sedemikian rupa.


    Bergabung dengan Kelas Ngeblog Seru 4

    Oktober 2017 saya memutuskan untuk membeli domain .com. Tahun 2018 ini saya putuskan sebagai tahun untuk stop cuma kepo blog orang lain (hahah) dan memulai untuk percaya diri mengisi tulisan-tulisan di dwiseptiani.com. Where there's a will, there's a way. Saya kemudian dibukakan banyak jalan untuk terus belajar, salah satunya melalui Kelas Ngeblog Seru 4 yang diadakan oleh guru pertama saya dalam dunia blogging, Mbak Naqiyyah Syam.

    Kelas Ngeblog Seru bersama Naqiyyah Syam,
    ketua Tapis Blogger Lampung

    Kelas Ngeblog Seru 4 ini diadakan secara online melalui grup Facebook. Kusenang karena gak perlu dateng ke kelas formal sambil bawa segambreng mainan untuk Rania, yang tetep aja bakalan 'berisik' per sekian menit, "Bunda ini apa? ini gimana? Bunda dengerin Rania dulu." Hahaha. Anaknya udah pinter negosiasi sekarang :D

    Kelas perdana sudah dimulai sejak hari Senin, 8 Januari 2018 kemarin dan akan dilaksanakan selama satu bulan ke depan, dengan investasi sebesar Rp 100.000,-. Materi yang saya pelajari di kelas ini meliputi beberapa hal yang harus dikuasai oleh blogger pemula, diantaranya:
    1. Cara menulis artikel yang baik
    2. Design blog untuk pemula
    3. SEO untuk blogger pemula
    4. Cara meriview produk dan jasa
    5. Cara mendapatkan uang dari blog
    6. Media Sosial, dan lain-lain

    Setiap pekan, peserta diberikan materi dan tugas yang kemudian akan dievaluasi. Masukan dan bimbingan dari mastah inilah yang menjadi kebutuhan terHQQ saya saat ini sebagai seorang blogger pemula.


    Wishlist 2018: Bangga Menyandang Status Mamak Blogger

    Saya mulai menulis blog dwiseptiani.com dengan sesuatu yang bermanfaat bagi diri saya sendiri. Dengan harapan, orang lain yang membaca juga akan merasakan kebermanfaatan yang sama.

    Setiap menyelesaikan sebuah postingan, ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri rasanya. Soal penghasilan di kemudian hari? Itu bonus. Saya selalu ingat dengan motivasi makjleb yang pernah saya dapatkan dari kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional.

    REJEKI itu PASTI, KEMULIAAN lah yang HARUS DICARI. Bunda Produktif adalah bunda yang senantiasa menjalani proses untuk menemukan dirinya, menemukan "MISI PENCIPTAAN" dirinya di muka bumi ini, dengan cara menjalankan aktivitas yang membuat matanya "BERBINAR-BINAR". Sehingga muncul semangat yang luar biasa dalam menjalani hidup ini bersama keluarga dan sang buah hati. Bunda produktif di Ibu Profesional tidak selalu dinilai dengan apa yang tertulis dalam angka dan rupiah, melainkan apa yang bisa dinikmati dan dirasakan sebagai sebuah kepuasan hidup, sebuah pengakuan bahwa dirinya bisa menjadi Ibu yang bermanfaat bagi banyak orang.

    Maka salah satu harapan saya di tahun 2018 ini adalah menulis dengan bahagia, berfaedah dan bangga menyandang status sebagai mamak blogger! #sikasik

    May Allah bless me. Tolong ketik "aamiin" banyak-banyak di kolom komentar ya pemirsa :D

    Foto diambil di Museum Kupu-Kupu Sumatera :D

    (Tulisan ini adalah tugas menulis di Kelas Ngeblog Seru 4 Bersama Naqiyyah Syam)





    Thursday, January 11, 2018

    Main di Trans Studio Mini Transmart Lampung, Mahal Gak Sih?

    January 11, 2018 12 Comments
    Suka hang out di mall? Biasanya ngapain aja? Kalau saya sih nemenin anak main, sambil berburu diskon *emak-emak* :D

    Beberapa pekan lalu, Lampung diramaikan dengan kehadiran mall baru yang sebelumnya sudah ada di beberapa daerah, yaitu Transmart Carrefour. Lokasinya hanya berjarak sekian meter dari lokasi nongkrong murah meriah PKOR Way Halim Bandar Lampung, tempat saya dan Rania biasa main odong-odong, hehehe. Tepatnya di Jl. Sultan Agung No. 283, Way Halim Permai, Way Halim, Kota Bandar Lampung. Deket juga loh dengan rumah saya *ya kalik ada yang nanya wkwk*

    Yang jadi magnet, selain tempat berbelanja dengan harga yang konon affordable itu, tentu saja wahana bermain Trans Studio Mini. Tempat ini menarik karena menyajikan konsep permainan indoor yang belum pernah ada di Lampung. Asyiknya lagi bukan hanya anak-anak saja yang bisa bermain disini, tapi juga orang dewasa.


    Sekitar Juli 2017 lalu, saya pernah mengunjungi Trans Studio Mini yang ada di Jogja. Saat itu kami sudah puas berpose di berbagai spot instagramable. Maka ketika awal pembukaan Transmart Lampung, kami justru lebih tertarik dengan diskon belanjanya dan berencana untuk 'cuci mata' disana. Namun melihat antusiasme warga Lampung yang begitu besarrr saat itu, kami langsung mundur teratur. Rame banget! Parkir meluber sampai ke jalan raya dan membuat kemacetan disana-sini. Apalagi momen pembukaan tersebut juga berbarengan dengan event tahunan yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu Lampung Fair 2017 di PKOR Way Halim, Bandar Lampung.

    Jadilah meski ibarat ‘tinggal loncat’ ke Transmart, kami memilih berputar lewat jalan Ratu Dibalau dan berkunjung ke tempat lain, termasuk silaturrahim ke rumah si mbah #sungguhmulia.

    Di hari-hari berikutnyah, sudah bisa diduga, bisikan demi bisikan membuat pertahanan kami jebol, wkwkwk. Daannn di hari terakhir bulan Desember 2017 kemarin akhirnya kami mampirr hahaha. Bergabung dengan sekian banyak warga lain yang berebut parkir demi masuk ke mall yang satu ini. Perjuangan yah bok, soalnya Rania pengen banget sih liat dinosaurus yang kaya di Jogja #modus :D

    Ada yang belum sempat ke Transmart? Coba cek terlebih dahulu daftar tiket masuk wahana bermain di Trans Studio Mini Lampung yang saya kumpulkan berikut. Supaya bisa mengira-ngira pengeluaran dan mempersiapkan sounding ke anak. Bagi saya, ini merupakan salah satu langkah awal pencegahan anak tantrum di mall karena banyak maunya, hehe.


    Harga Tiket Masuk Wahana Bermain di Trans Studio Mini Transmart Lampung


    Sebelum menikmati semua wahana bermain di Transmart Studio Mini Lampung, kita harus membeli  semacam kartu perdana yang bisa diisi ulang. Harga paket pembeliannya beragam. Check this out!

    Daftar harga kartu perdana di Trans Studio Mini yang wajib dibeli sebelum menikmati permainan

    Saat saya kesana akhir tahun 2017 kemarin, antrian panjang sungguh masih mengular untuk mendapatkan kartu perdana ini. Selain gak niat main, saya juga memang sedang malas antri. Jadilah akhirnya cuma keliling foto-foto buat liputan di blog ini, hehehe.

    Di Trans Studio Mini, anak juga bisa mengadakan pesta ulang tahun.

    Paket harga Rayakan Ulang Tahunmu di Trans Studio Mini

    Untuk wahana bermainnya, saya mencatat harga tiket di Trans Studio Mini ini bervariasi. Yang paling murah berkisar dari Rp 3.900 sampai dengan Rp 4.900, seperti beberapa permainan berikut:

    Mobil-mobilan ukuran kecil yang tersebar di beberapa tempat, harga tiket: Rp 2.900-Rp3.900


    Rainbow Jump, harga tiket: Rp 3.900


    Basket, harga tiket: Rp 3.900


    Joget-joget di Prime 2 (ini apa deh bahasanya haha), harga tiket: Rp 4.900


    Toys Factory, mainan paling nggemesin sepanjang masa :D Harga tiket: Rp 4.900


    Alience Armageddon, harga tiket: Rp 4.900



    Sedangkan untuk kategori "sedang", pengunjung cukup mengeluarkan kocek sekitar Rp 7.900 sampai dengan Rp 12.900 untuk bisa menikmati beberapa permainan berikut:

    Overtake, harga tiket: Rp 7.900


    Transformer, harga tiket: Rp 9.800


    The Walking Dead, harga tiket: Rp 9.800


    Jurassic Park, harga tiket Rp 12.900



    Nah, yang jadi mainan favorit disini justru dihargai cukup mahal *ya iyalah*. Kisaran Rp 25.000 sampai dengan Rp 30.000. Berikut beberapa permainan kategori "mihil" tersebut:

    (semacam) Pancingan, harga tiket: Rp 25.000

    Sky Rider, harga tiket: Rp 30.000


    Bumper Car a.k.a bombom car lah klo jaman saya dulu hehehe, harga tiket: Rp 30.000

    Paris Swing, harga tiket: Rp 30.000


    Venture River, harga tiket: Rp 30.000


    Mini Train, harga tiket: Rp 30.000



    Soal Mini Train ini saya punya pengalaman cukup buruk (buat saya ini buruk ya.. hahah) waktu main di Transmart Jogja. Kan pengen foto keluarga bertiga gituh di atas kereta. So, saya, suami dan Rania langsung ikut antrian, gak liat-liat harga lagi. Lalu sreekkkk, 60 rebet gaesss!!! cuma buat naik kereta dengan tiga kali puteran ngelilingin dinosaurus yang lagi mangap-mangap gituh. Oemjii bukannya seneng, Rania malah ketakutan, mamak dan ayah juga udah kehilangan mood karena permainan satu ini sungguh menguras kantong. Hahahah. Seharusnya dengan harga segitu, Rania udah bisa naik odong-odong yang cuma marebu perak per 15 menit ituh, berkali-kali sampek puass. Kan esensinya sama ya, muter-muter doang. Wkwk.

    Pulang dari Trans Studio Mini, Rania langsung minta naik odong-odong. Bhay Mini Train!

    Yang terakhir adalah tiket mainan dengan tarif paling mahal, yaitu Rp 35.000. Tapi justru ini nih yang menurut saya patut dicoba. Soalnya belum ada di tempat lain kan? Jadi bakal ada nilai pengalamannya, hehehe. Crazy Taxi Coaster, semacam roller coaster indoor yang sebagian jalurnya muncul keluar bangunan. Hihi. Dare you?



    Jadi kesimpulannya main di Trans Studio Mini mahal atau nggak? 

    Ehm, kalau saya bandingkan dengan salah satu pesaingnya, sebut saja Temjon, tarif permainan di Trans Studio Mini ini  masih tergolong 'wajar'. Memang ada beberapa yang lebih mahal, tetapi permainan tersebut tidak dimiliki oleh si pesaing. Terlebih, Trans Studio Mini ini bangunannya luas dan tsakep untuk foto-foto. Bagi saya dan keluarga, itu sudah satu hiburan tersendiri, hehehe.

    Btw saya jarang sih ke Temjon, malah lebih sering ke Panciti yang ada di Giant Antasari. Nah kalau disana mainnya bukan pakai kartu perdana, tapi masih pake koin. Satu koinnya cuma seribu perak! Aww murmer :D Tapi yahh jangan bandingkan mainan dan suasananya. Jelas ndak apple to apple, xixixi.

    Bagi keluarga kelas menengah seperti kami, main di Trans Studio Mini itu ya "sak madyo" (istilah dalam bahasa Jawa yang baru saya dengar dari suami setelah kami menikah). Artinya kira-kira begini, "tidak kurang, tidak lebih, sewajarnya, secukupnya". Gitu lah ya, intinya kami pun bisa, asal jangan sering-sering. Hahaha.

    Baca : Menjemur Uang

    Lagipula, dunia anak-anak kan memang bermain. Jadi pada dasarnya apa saja bisa dijadikan mainan tanpa perlu mengeluarkan uang banyak untuk menikmatinya. Sesederhana sarung guling buluk yang Rania jadikan gendongan boneka kemana-mana and she is happy with that :)

    Baca: Stimulasi Permainan untuk Anak Usia 2 Tahun


    Gimana? Sudah ada gambaran kan tentang wahana bermain di Trans Studio Mini? Siapkan kantong plus jangan lupa sounding 'aturan mainnya' ke anak. Selamat bersenang-senang yah! Dan ingat zakat maal-nya kakaks... lebih bermanfaat ketimbang 'zakat mall'. Salam! :D

    Friday, January 5, 2018

    Lambang Sari, Si Manis Gurih Pemikat Hati

    January 05, 2018 10 Comments
    Postingan pertama di tahun 2018 ini tidak dibuka dengan sebuah resolusi, melainkan dengannn ......... Resep Lambang Sari! Wkwkwk boleh dong yaa sesekali #antimainstream :D

    Kenal jajanan pasar bernama Lambang Sari? Kalau belum kenal, mungkin kamu pernah mengenalnya dengan nama Nagasari. Di Bali bahkan, kue ini dinamakan Sumping Biu. Nah, mereka ini kembar identik ya. Hanya saja beda daerah, beda sebutan namanya hehehe.

    Lambang sari alias nagasari alias sumping biu

    Saya mengenal si manis gurih ini dengan nama lambang sari. Setiap kali Rania ke pasar dan minta dibelikan cemilan, hampir selalu lambang sari yang saya ambil. Kalau tidak ada, baru deh arem-arem atau lemper. Soalnya menurut saya, kue-kue jenis ini relatif bersih karena terbungkus daun pisang.

    Sebenarnya saya bukan penyuka jajanan pasar banget-banget. Malah cenderung suka makanan yang gurih campur pedas, macam bakwan atau pempek. Namun sejak membeli buku Kue-Kue Indonesia, yang di dalamnya selain resep juga dibahas nilai-nilai historis jajanan pasar, saya jadi merasa berkepentingan untuk melestarikan kue-kue tradisional ini. Semangat nasionalisme saya berasa bangkit gitu deh saat memakannya :D Kalaupun belum bisa buat, minimal saya berusaha mengenalkan macam-macam jajanan pasar ini ke Rania. Jangan sampe deh doi ngerti pie pisang tapi gak tau mana lambang sari xixixi.

    Buku Kue-Kue Indonesia

    Hari Kamis kemarin, saya dan Mamah berkesempatan utak-atik dapur membuat si lambang sari untuk cemilan saat pengajian. Berhubung musholla sedang dalam renovasi, jadilah rumah Mamah beralih sebagai basecamp baru tempat kumpul ibuk-ibuk sholehah ini. Saya bertugas bantu-bantu dan ngarep pulangnya dibungkusin lambang sari hari itu.

    Resep Kue Lambang Sari a.k.a Nagasari a.k.a Sumping Biu
    Sumber: Buku Kue-Kue Indonesia

    Bahan:
    8-10 buah pisang raja/kepok yang tua, potong-potong
    250 gr tepung beras
    2 sdm tepung sagu
    850 ml santan dari 11/2 butir kelapa
    175 gr gula pasir
    1/2 sdt garam
    2 lembar daun pandan, sobek-sobek, buat simpul
    Daun pisang yang muda untuk membungkus (saya pakai daun pisang biasa)

    Cara Membuat:
    Cairkan tepung beras dengan sebagian santan, sisihkan
    Didihkan sisa santan, daun pandan dan garam
    Masukkan cairan tepung beras dan gula, aduk sampai gula larut dan kental
    Angkat dari api, taburkan tepung kanji sambil diaduk rata

    Ambil selembar daun pisang, letakkan 1 sdm adonan tepung, beri satu potong pisang, tutup dengan 1 sdm adonan tepung.


    Gulung dan lipat kedua tepinya ke tengah
    Kukus matang, lebih kurang 30 menit

    Lalu taraaammmm jadi deh si lambang sari yang perpaduan manis dan gurihnya ituh sesuatu. Pas!

    Lambang sari yang sudah jadi. Manis gurih :9

    Entah kenapa, tiap beli lambang sari di pasar, saya belum pernah mendapatkan rasa yang pas semacam ini. Mungkin karena jajanan pasar itu identik dengan harga yang murah yaa, jadi modal bahan baku harus menyesuaikan. Bisa jadi hal itu yang membuat rasa lambang sari di pasar tidak seenak buatan sendiri di rumah. Kalaupun ada, di bakery biasanya, harganya ehhm sekali.. Jadi sudah betul lah happiness is homemade! #asek

    Yang unik soal kue-kue tradisional ini, mereka seperti punya ketentuan baku tersendiri tentang tata cara pembungkusannya. Kalau lambang sari cukup dengan lipatan simpel, arem-arem dibentuk agak gendats dengan 2 lekukan di bagian tengah (gaess, kueh aja punya bodi! hahah). Lipat melipat ini kemudian jadi kebiasaan yang terus diturunkan. Hingga aneh rasanya kalau kita makan lambang sari yang dibentuk seperti arem-arem. Xixixi.

    Mamah punya cara tersendiri untuk melipat lambang sari. Tetap dengan lipatan simpel, tetapi sebelum dimasak, lambang sari dilipat dalam posisi terbalik seperti gambar di bawah ini:

    Daun dilipat menghadap luar

    Nah setelah matang dan agak dingin, barulah lipatan tersebut dibuka satu per satu. Tujuannya untuk mengelap tetesan-tetesan air yang menempel di dalamnya. Kemudian, barulah daun pisang dilipat rapih menekuk ke dalam. Siap disajikan.

    Daun yang sudah dilipat menghadap ke dalam

    Kalau kamu gimana? Pernah buat lambang sari juga? Atau punya jajanan pasar favorit yang lain? Sharing di kolom komentar yah! :D *bangga kue-kue tradisional Indonesia*